Sopian Purba berfoto bersama kelas 8a SMP N5 Pakkat tp 2022/2023 |
Sisi 1. Menstabilkan
Identitas (Stabilize the Identity)
Bagian
dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang
gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang melanggar
peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang mengalami
kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun ada benturan.
Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam posisi gagal.
Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si anak,
dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:
o Berbuat salah itu tidak apa-apa.
o Tidak ada manusia yang sempurna
o Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti
itu.
o Kita bisa menyelesaikan ini.
o Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang
salah, tapi Bapak/Ibu ingin mencari solusi dari permasalahan ini.
o Kamu berhak merasa begitu.
o Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik
buat dirimu sendiri?
Kalau
kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir tidak
mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas mengawasi
anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan bahwa bila mereka
mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30 detik, bisa mengubah
situasi yang sulit menjadi kooperatif.
Ketika
seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses bagian otak
yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP telah
pelajari di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika
kita harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa
memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali ke
suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.
Tentu
akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus
pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras
energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang
dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa
bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan
cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada
mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa
lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa
mengontrol apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.
Sisi 2. Validasi
Tindakan yang Salah (Validate the Misbehavior)
Setiap
tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan dasar.
Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah tindakan, kita
akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut
Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan
mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif
yang mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap
seorang anak yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat
perhatian kita, maka itu telah memenuhi kebutuhan anak tersebut.
Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin terdengar asing buat guru, namun bila
dikatakan dengan nada tanpa menghakimi akan memvalidasi kebutuhan mereka.
o “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk
dari ini ya?”
o “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal
itu”
o “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena
kamu telah melindungi sesuatu yang penting buatmu”.
o “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi
kamu harus menambahkan sikap yang baru.”
Biasanya
guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori kontrol
menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan
memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada,
namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di
balik tindakan murid.
Restitusi
tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang
baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa
setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah
pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power
walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan
akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak
yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah,
namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa
dipahami.
Para
guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang tadinya
tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini
menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa,
dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar