Restitusi 5 Posisi Kontrol
Sopian Purba, S.Pd.K ketika memberikan petunjuk teknis pemungutan suara Pemilihan ketua Osis SMP Negeri 5 Pakkat dalam rangka Proyek P5, Sabtu 16 september 2023
1. Penghukum
Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal.
Orang-orang yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa
sekolah memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih
dalam lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:
“Patuhi
aturan saya, atau awas!”
“Kamu
selalu saja salah!”
“Selalu,
pasti selalu yang terakhir selesai”
Guru
seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa
berhasil, yaitu cara dia.
Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari
menunjuk-nunjuk menghardik):
“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat,
kapan bisa datang tepat waktu?”
Tanyakan kepada diri Anda:
Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada
saat muridnya datang terlambat?
Hasil:
Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif.
Bisa jadi sesudah kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya
atau meja tulisnya. Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor
atau mobil bapak/ibu guru dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.
2. Pembuat Merasa
Bersalah
Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara
lebih lembut. Pembuat rasa bersalah akan menggunakan keheningan yang membuat
orang lain merasa tidak nyaman, bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang
keluar dengan lembut akan seperti:
“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”
“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”
“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu
berbuat begini?”
Di posisi ini murid akan memiliki penilaian
diri yang buruk tentang diri mereka, murid merasa tidak berharga, dan telah
mengecewakan orang-orang disayanginya.
Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh:
merapat pada anak, lesu):
“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah
berjanji dengan ibu tidak akan terlambat lagi. Kamu kenapa ya senang sekali
mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa sekali.”
Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti
cara ini?
Hasil:
Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan. Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau orang lain
3. Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti
murid, namun akan tetap berupaya mengontrol murid melalui persuasi. Posisi
teman pada guru bisa negatif ataupun positif. Positif di sini berupa hubungan
baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru di posisi teman menggunakan
hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi seseorang. Mereka akan berkata:
“Ayo bantulah, demi bapak ya?”
“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”
“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu
bantu bereskan”.
Hal negatif dari posisi teman adalah bila
suatu saat guru tersebut tidak membantu maka murid akan kecewa dan berkata,
“Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi
berusaha. Hal lain yang mungkin timbul adalah murid hanya akan bertindak untuk
guru tertentu, dan tidak untuk guru lainnya. Murid akan tergantung pada guru
tersebut.
Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh:
merapat pada murid, mata dan senyum jenaka)
“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu
sudah janji ke bapak bukan, kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya,
sudah tidak apa-apa, duduk dulu sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil
senyum-senyum).
Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru
seperti ini?
Hasil:
Murid akan merasa senang dan akrab dengan
guru. Ini termasuk dampak yang positif, hanya saja di sisi negatif murid
menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila ada masalah, dia merasa bisa
mengandalkan guru tersebut untuk membantunya. Akibat lain dari posisi teman,
Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh adalah guru tersebut, dan
belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang lain.
4. Pemantau
Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita
mengawasi, kita bertanggung jawab atas perilaku orang-orang yang kita awasi.
Posisi pemantau berdasarkan pada peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan
menggunakan sanksi/konsekuensi, kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan
murid, sebagai seseorang yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang
diajukan seorang pemantau:
“Peraturannya apa?”
“Apa yang telah kamu lakukan?”
“Sanksi atau konsekuensinya apa?”
Seorang pemantau sangat mengandalkan
penghitungan, catatan, data yang dapat digunakan sebagai bukti atas perilaku
seseorang. Posisi ini akan menggunakan stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi
pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-respon, yang menunjukkan tanggung
jawab guru dalam mengontrol murid.
Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):
Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita
memulai?”
Adi: “Tahu Pak!”
Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu
sudah mengerti konsekuensi yang harus dilakukan bila terlambat?”
Adi: “Paham Pak, saya harus
tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan mengerjakan tugas ketertinggalan
saya.”
Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam
istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk menyelesaikan tugas yang tertinggal
tadi. Saya tunggu”
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti
ini?
Hasil:
Murid memahami konsekuensi yang harus
dijalankan karena telah melanggar salah satu peraturan sekolah. Guru tidak
menunjukkan suatu emosi yang berlebihan, menjadi marah atau membuat merasa berbuat
salah. Murid tetap dibuat tidak nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas
pada waktu jam istirahat dan mengerjakan tugas. Guru tetap harus memantau murid
pada saat mengerjakan tugas di jam istirahat karena murid tidak bisa ditinggal
seorang diri.
5. Manajer
Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di
mana guru berbuat sesuatu bersama dengan murid, mempersilakan murid
mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi
atas permasalahannya sendiri. Seorang manajer telah memiliki keterampilan di
posisi teman maupun pemantau, dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu
tertentu kembali kepada kedua posisi tersebut bila diperlukan. Namun bila kita
menginginkan murid-murid kita menjadi manusia yang merdeka, mandiri dan
bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu kepada Restitusi yang dapat
menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya sendiri. Di manajer,
murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun kebutuhan orang lain.
Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat konsekuensi, namun dapat
berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Seorang
manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”
“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia
memperbaikinya?”
“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”
“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”
Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur
perilaku seseorang. Kita membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang
manajer bukannya memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid
tersebut ke kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.
Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin
sehari-hari, kita akan kembali ke posisi Teman atau Pemantau, karena murid yang
ditangani belum siap diajak berdiskusi atau diundang melakukan restitusi.
Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5
posisi kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi
inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab
atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan
lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.
Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke
murid):
Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa
sekolah dimulai?”
Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”
Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira
bagaimana kamu akan memperbaiki masalah ini?”
Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya
Pak, untuk mengejar tugas yang tertinggal.”
Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah
besok akan ada masalah untuk kamu agar bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”
Adi: “Tidak Pak, saya bisa
hadir tepat waktu.”
Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk
memperbaiki diri”
Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti
ini?
Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya
tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi
menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah
menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau
menempatkan diri sebagai teman murid.
Fokus ada pada murid, bukan untuk
membahagiakan guru atau orang tua. Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah,
dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan
melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru
akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar
permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar